Pak Alui merupakan sosok lelaki yang pemalas, setiap hari waktunya dihabiskan untuk tidur dan bermalas-malasan, hingga istrinya Mak Alui berpikir keras agar bagaimana bisa mengubah sikapnya itu. Suatu hari Mak Alui mengajak Pak Alui pergi ke ladang mereka, dan Pak Alui pun mau.
Dalam perjalanan, ketika mereka hendak melewati titian penyeberangan sungai, Mak Alui menyuruh Pak Alui menyeberang lebih dulu. Ketika Pak Alui menyebarang, Mak Alui mengambil sebongkah batu dan menyelipkannya dibalik pakaiannya. Di tengah titian penyeberangan, Mak Alui menjatuhkan batu yang ia sembunyikan di balik pakaiannya. “Gedebummm plakkk” begitu bunyi batu jatuh kedalam air. Mendengar itu Pak Alui pun terkejut, dia langsung menoleh ke belakang dan melihat Mak Alui merintih kesakitan sambil memegang perut bagian bawahnya.
Pak Alui langsung berteriak “Aaaa kenapa kamu Mak Alui?,” tanya Pak Alui. “Aduhhhh pak Alui, tolooong aku sakiiit sekali, harta kesayanganmu jatuh ke sungai,” jawab Mak Alui sambil merintih kesakitan. “Aduhhh aduhh aduuuhhh,” rintih Mak Alui kesakitan. Mendengar Mak Alui terus merintih kesakitan dengan raut wajah yang memilukan, Pak Alui pun merasa iba melihatnya dan tanpa pikir panjang ia langsung terjun ke sungai menyelam mencari harta kesayangannya yang terjatuh kedalam sungai.
Saat menyelam itulah dia ketemu labi-labi dan menangkapnya. “Inikah hartamu itu mak Alui?,” tanya Pak Alui sembari langsung melemparkan labi-labi itu kedaratan. “Bukan pak Lui, ini bukan hartaku yang paling kamu sayangi,” jawab Mak Alui. Mendengar jawaban itu, Pak Alui pun langsung menyelam lagi dan menangkap apapun hewan yang ia temui didalam sungai. Ketemu kura-kura, ia tangkap. ketemu ikan tapah, baong, dan banyak lagi ikan yang lain, semuanya dia tangkap dan dilemparkan ke daratan. Setiap kali dia mengangkat dan menyerahkan hasil tangkapannya serta bertanya hal yang sama kepada Mak Alui, jawabannya pun selalu sama, hingga akhirnya Mak Alui merasa cukup banyak tangkapan Pak Alui untuk lauk beberapa bulan kedepan. “Pak Alui udahlah, aku kasihan melihat kamu, biarkan harta itu hilang, kita pulang yuk,” ajak Mak Alui.
Dengan perasaan lesu Pak Alui naik ke daratan sambil bergumam, “harta itu yang paling kuharapkan, harta itu pula yang hilang,” guman Pak Alui. Kemudian Mak Alui membujuk Pak Alui membawa semua tangkapannya meskipun harta miliknya tidak ditemui. Mereka pulang ke rumah sambil membawa hasil tangkapan yang begitu banyak itu. Sesampainya di rumah, hasil tangkapan itu dibersihkan, ada yang di salai dan di pekasam. Meski banyak mendapat tangkapan untuk lauk mereka makan, Pak Alui tetap bersedih dan tidak bersemangat, dia selalu memikirkan harta Mak Alui yang hilang itu.
Ketika Mak Alui memanjat hendak menyimpan tempayan tempat pekasam yang mereka olah ke tempara (tempat penyimpanan khusus yang berada diatas untuk menyimpan stok makanan), dia meminta bantuan Pak Alui untuk mengangkat tempayan tersebut. “Pak Alui, tolong angkat tempayan itu, aku mau menyimpannya ke tempara ini,” kata Mak Alui. Dengan keadaan terpaksa Pak Alui pun mengangkat tempayan tersebut dan melihat ke atas. Sorot matanya pun langsung tertuju pada selangkangan Mak Alui. Serta merta dia berteriak, “ooo Mak Lui, kulihat hartamu yang paling kusayang itu masih ada, kapan dia kembali?,” tanya Pak Alui terheran-heran. “Dasar kamu Pak Lui Pak Lui … makanya, mana mungkin barang itu bisa jatuh? Kalau tidak dengan akal-akalan seperti itu, kamu tidak akan mau mencarikan lauk pauk untuk kita. Kerjaan kamu hanya tidur dan bermalasan, ini hartaku yang kamu dambakan itu mana mungkin dia hilang,” terang Mak Alui sambil menunjukkan hartanya itu ke muka Pak Alui. Setelah mengetahui harta kesayangannya tak hilang, Pak Alui pun langsung melompat kegirangan, bukan kepalang senangnya. Ia pun mulai sadar dan mengubah perilakunya yang pemalas menjadi rajin. *JONSEN RUPINUS
Hits: 1025
Recent Comments