Kebanyakan orang ketika ditawarkan masuk menjadi anggota CU memiliki motivasi yang berbeda, ada yang motivasinya masuk menjadi anggota untuk menabung, ada yang motivasinya untuk meminjam saja dan ada yang motovasinya untuk kedua-duanya. Tidak ada yang salah dengan motivasi tersebut. Dalam setiap konsultasi dengan anggota maupun calon anggota mereka pasti menanyakan berapa saya boleh pinjam atau berapa CU mampu memberikan pinjaman kepada saya? Tentu saja pertanyaan itu tidaklah salah. Tetapi ada 2 hal penting yang harus dipertimbangkan ketika kita berencana untuk melakukan pinjaman, yaitu;
Apa kebutuhan kita
Kebutuhan beda dari keinginan. Contohnya kita belum punya rumah tapi mau beli mobil, sudah makan di rumah tapi kita masih menginginkan makan bakso dan masih banyak contoh yang lainnya.apalagi di jaman serba digital ini kalau kita tidak bisa mengendalikan keinginan maka kita akan menjadi sangat konsumerisme atau gaya hidup yang menganggap barang-barang mewah sebagai ukuran kebahagiaan,kesenangan,yang kurang lebih mengindikasikan gaya hidup yang tidak hemat.
Berapa kemampuan kita
Kebanyakan kita menginginkan sesuatu melebihi kemampuan. Dalam setiap pendidikan kredit kepada anggota selalu ditampilkan ilustrasi seperti ini:
Keluarga B memiliki penghasilan sebesar Rp 2 juta dan menghabiskannya sebanyak Rp 1,5 juta dan hanya menyisakan Rp 500 ribu untuk ditabungkan.
Keluarga A memiliki penghasilan sebesar Rp 5 juta dan menghabiskan Rp 6 juta.
Dari islustrasi 2 keluarga tadi, siapa menurut anda yang bermental kaya, dan siapa yang bermental miskin? Pada setiap kali pertemuan dengan anggota, saya selalu mengajukan pertanyaan ini. Para Peserta terdiam sejenak sambil memahami pertanyaan tersebut. Setelah itu peserta memberikan jawaban begini, kelurga Si B yang bermental kaya dan keluarga Si A bermental miskin. Lalu saya tanya lagi apa alasannya peserta menjawab demikian? Mereka menjawab karena walaupun keluarga B penghasilnya lebih kecil dari keluarga A, tapi mereka masih bisa menyisakan, sebaliknya keluarga A walaupun penghasilan lebih besar namun masih tekor.
Dari ilustrasi itu, kita dapat menyimpulkan bahwa sukses mengelola keuangan bukan diukur dari besar kecilnya penghasilan kita, tetapi lebih kepada bagaimana cara mengelolanya. Di berbagai referensi yang pernah saya baca selalu mengatakan bahwa:
Rumus mengelola penghasilan:
10 % = Untuk ditabungkan
30 % = Yang boleh digunakan untuk membayar utang
60 % = Untuk dikonsumsi atau dibelanjakan
Kalau kita melihat rumus tadi jelas dikatakan bahwa apabila kita mau melakukan pinjaman, penghasilan yang boleh kita gunakan untuk membayar pinjaman hanya 30 %. Tentunya menurut saya rumus ini untuk pinjaman konsumtif. Bagaimana untuk pinjaman produktif atau yang menghasilkan, bukankah dari hasil mengelola uang pinjaman nantinya bisa untuk membayar pinjaman? Untuk usaha pemula, rasio penghasilan yang digunakan untuk membayar pinjaman pada tahapan awal analisis kredit bisa 50 % keatas.
Contohnya; Pak Ahmad memiliki penghasilan sebesar Rp 2 juta perbulan. Cita-cita Pak Ahmad ingin menambah penghasilan keluarga dengan membuat usaha ayam petelur, kebetulan Pak Ahmad ini pernah bekerja ditempat orang yang membuka usaha tersebut. Keinginan Pak Ahmad terjawab karena sudah menjadi anggota CU yaitu dengan melakukan pinjaman di CU untuk modal beternak ayam petelur.
Setelah mengadakan perhitungan anggaran untuk buka usaha tersebut sebesar Rp 30 juta dengan perjanjian pembayaran 36 bulan dengan bunga 1,6 % menurun. Jika kita hitung rasio penghasilan Pak Ahmad yang digunakan untuk membayar pinjaman sebesar 55 %. Namun dari analisis kredit lainya, Pak Ahmad memiliki watak yang baik, jujur, rajin, ulet, bertanggung jawab. Akhirnya pinjaman Pak Ahmad disetujui dan dia pun mulai membuka usahanya. Usahanya pun lancar dan berbuah manis, sehingga penghasilan yang sebelumnya hanya Rp 2 juta bisa bertambah menjadi Rp 5 juta bahkan sampai 6 juta setiap bulan. Karena penghasilan Pak Ahmad sudah bertambah, maka rasio hutangnya pun menjadi semakin kecil. *MARSIANA ALEN
Hits: 323
Recent Comments