Suatu hari pak Jogat pergi memasang bubu di Sungai Hantu. Dalam perjalanan, saat melewati salah satu daerah angker dia mendengar ada bisikan suara yang memanggilnya. Pak Jogat tahu bahwa suara itu adalah Hantu Sandong.
“Mau kemana Pak Jogat?,” Tanya Hantu Sandong. “Mau memasang bubu,” jawab Pak Jogat. “Masang bubu kemana,” Tanya Hantu Sandong lagi. “Masang bubu ke Sungai Hantu,” jawab Pak Jogat lagi. “Dapat satu dipotong dua, dapat dua dibagi satu untukku ya Pak Jogat,” katanya lagi. “Iya, akan kubagikan sesuai dengan apa yang kamu pinta,” jawab Pak jogat sambil dia terus berjalan. Jumlah Hantu Sandong ada tujuh, dan semuanya melontarkan pertanyaan yang sama.
Pak Jogat pun tiba di tempat tujuan. Kemudian dia memasang bubu di dua lokasi, yaitu di bagian hulu satu buah dan di hilir satu buah. Setelah selesai di pasang, malam pun tiba. Sebelum dia istirahat dia berpesan pada sahabat baiknya yaitu Rongak di bagian hulu, dan Raong (kodok) di bagian hilir. “Sahabatku yang baik, nanti malam jika Hantu Sandong memanggilku, kalian yang menjawab secara bergantian ya,” pesan Pak Jogat kepada sahabatnya.
Pak Jogat pun naik ke atas pohon untuk beristirahat. Tak lama kemudian datanglah para Hantu Sandong dan memanggil nama Pak Jogat. “Ooo Pak Jogaaaat,” sapa Hantu Sandong. “Iya …,” sahut Rongak di bagian hulu. Mendengar suara itu, para Hantu Sandong pun segera ke hulu. Setelah sampai di hulu, mereka memanggil Pak Jogat lagi. Kemudian Raong yang berada di hilir menyahut. Mendengar suara di hilir, mereka pun kembali ke hilir. Setelah ke hilir mereka memanggil lagi, dan menjawab Rongak yang di hulu. Para hantu Sandong pun ke hulu lagi.
Begitulah seterusnya, dua sahabat Pak Jogat menjawab secara bergiliran. Sementara Pak Jogat tidur nyenyak di atas pohon. Hantu Sandong kebingungan, mereka bolak balik ke hulu dan hilir sepanjang malam dan tidak pernah menemukan dimana Pak Jogat berada, sampai terbit matahari esok paginya.
Setelah hantu Sandong pergi, Pak Jogat pun turun dan mengangkat bubunya yang hampir penuh berisi ikan. Pak Jogat pun pulang membawa hasil tangkapannya yang lumayan banyak. Sesampainya di rumah, dia membagi hasil tangkapannya kepada tetangganya, termasuk pak Alui. Jogat anaknya disuruh mengantarkan ikan ke rumah pak Alui.
“Pak Alui,” panggil Jogat. “Iya ada apa,” jawab Pak Alui. “Ini ada ikan untuk Pak Alui,” jawab Jogat. “Ikan dapat siapa,” tanya Pak Alui lagi. “Ikan dapat bapak masang bubu,” jawab Jogat. “Masang bubu di mana,” tanyanya lagi. “Masang bubu di Sungai Hantu,” jawab Jogat polos. “Ooooo gitu ya, simpan di atas lesung,” jawab Pak Alui sambil mengangguk. Jogat pun menyimpan ikan tersebut di atas lesung.
Pak Alui marah dengan Jogat. Diambilnya rotan dan mencambuk Jogat hingga babak belur. Pak Alui merasa dipermalukan dan pikirnya dia lebih hebat dari Pak Jogat. Jogat menangis pulang ke rumah. Bapaknya iba melihat Jogat diperlakukan seperti itu. Dan menghibur Jogat, “tidak apa-apa Pak Alui memperlakukan kamu seperti ini. Ada balasannya nanti bagi orang yang serakah, sombong, durhaka seperti Pak Alui itu ,”kata Pak Jogat hibur anaknya yang menangis.
Keesokan harinya pak Alui pergi memasang bubu ke sungai yang sama. Semua yang dialami dan yang dilakukannya sama dengan yang dialami pak Jogat. Dia berpikir kalau dapat ikan dia tidak mau membagi pak Jogat.
Malam pun tiba, Pak Alui mengolok-olok para Hantu Sandong. “Kalian ini memang bodoh, aku disini. kalau kalian mampu ayo manjat kesini,” tantang Pak Alui. Hantu Sandong pun mencoba memanjat pohon yang sudah dibuang kulitnya oleh Pak Alui. Tentu saja semua usaha mereka sia-sia, karena pohon tersebut sangat licin. Pak Alui tertawa terbahak-bahak melihat tingkah laku hantu Sandong, sehingga ia sampai tak menyadari ekor cawatnya menjuntai ke bawah.
Salah satu Hantu Sandong menarik ekor cawat Pak Alui hingga ia terjatuh ke tanah. Pak Alui pun mereka seret ke hulu dan ke hilir. Begitu seterusnya sampai pagi. Pak Alui babak belur. Ia berusaha bangun dan pulang dalam keadaan terluka parah dan tertatih-tatih.
Ketika melewati rumah Pak Jogat, meski diam-diam, tapi tetap ketahuan Pak Jogat. “Nah, rasakan itu Pak Alui, makanya jadi orang jangan sombong, tamak, durhaka. Itulah akibatnya, kemarin kamu menyiksa anakku, sekarang kamu mendapat balasannya,” kata Pak Jogat. Mendengar itu Pak Alui hanya bisa diam dan berlalu dari hadapan pak Jogat tanpa sepatah kata pun.
Kondisi Pak Alui semakin parah akibat luka yang dia derita. Semua itu akibat ketamakkan dan kecerobohannya. Hingga akhirnya pak Alui pun meninggal dunia. *Jonsen Rupinus
Hits: 704
Recent Comments